Director : Paul Haggis
Writer : Paul Haggis
Cast : Don Cheadle, Sandra Bullock, Thandie Newton, Matt Dillon, Brendan Fraser, Terrence Howard, Ludacris, Michael Peña, Ryan Phillippe, and many more.
About
Jangan kaget ketika melihat poster film ini dan harus diperingatkan bahwa film ini bukanlah film HORROR, yep ! That’s not ghost. Sorry !
But before I make reviews, let’s bullshit first. Pernahkah kita berpikir bahwa tatanan masyarakat yang terdiri dari banyak individu merupakan sebuah tatanan yang saling berkesinambungan dan juga saling berhubungan. Tindakan kita akan mengakibatkan tindakan yang lain, baik dalam intensitas kecil, ataupun intensitas yang mempengaruhi orang banyak.
Banyak baiknya sebuah tindakan memang didasarkan pada standar moral yang berada di dalam masyarakat, standar ini sering kali menjadi biased ketika kaitkan dengan streotype yang menghubungkan suku, warna kulit bahkan agama. Lihat saja, ketika orang berkulit hitam dicap sebagai “ladang kejahatan”, sedangkan orang kulit putih mempunyai citra sendiri, begitu pula dengan orang-orang yang berasal dari Asia, ataupun dari timur tengah. Yeah, disini teory labelling sangat berperan terhadap bagaimana orang akan melakukan tindakan baik ataupun tindakan buruk (sempert belajar sosiologi saat kuliah). Okay, let’s stop bullshit.
This is my review.
Crash menjadi sorotan ketika film ini memangkan Best Picture di Oscar, bahkan mengalahkan drama Ang Lee, Brokeback Mountain. Film yang dibintangi sejumlah bintang besar seperti Sandra Bullock, Don Cheadle, Terrence Howard, Brendan Fraser ini tergolong minim prestasi di ajang Oscars jika dibandingkan dengan pemenang Best Picture ainnya. Diantara enam nominasinya, film hanya merebut 3 trophy untuk Best Picture, Best Original Screenplay (yang ditulis dan terinspirasi dari sang sutradara, Paul Haggis yang sebelumnya menangani Million Dollar Baby) dan juga Best Editing.
Film ini terdiri dari beberapa cerita terpisah namun mempengaruhi satu sama lain,
– Seorang detektif, Graham Waters (Don Cheadle) yang sedang menyelidiki kasus pembunuhan dan mencari adiknya yang hilang.
– Seorang istri pengacara, Jean Calbot (Sandra Bullock) yang tengah trauma karena dirampok bersamaan dengan suaminya (Brendan Fraser) dan bertindak racist terhadap orang-orang di sekitarnya.
– Pencuri mobil (Ludacris dan Larenz Tate) yang terus beraksi.
– Seorang Hispanic (Michael Pena) yangmenggantungkan hidupnya sebagai seorang tukang kunci pintu yang juga harus mengobati trauma anaknya.
– Keluarga Persia yang baru saja kehilangan tokonya.
– Pasangan suami istri (Terrence Howard, Thandie Newton) yang baru saja dipermalukan oleh dua orang polisi (Matt Dillon, Ryan Phillippe).
– Dan yang lainnya.
Effective, well crafted, and surprisingly thoughtful
Apa yang menarik dari film dengan berbagai bintang dan kebanyakan hanya bertindak sebagai supporting role ini (yah sepertinya tidak ada leading role di film ini) karena semua pemain hampir mempunyai durasi yang sama untuk tampil di layar. Film dengan banyak bintang, dan banyak sub cerita sering kali jatuh pada “dangkal”-nya cara bercerita karena terbatasan durasi sehingga membuat masing-masing dari sub cerita menjadi nanggung atau setengah-setengah. Namun sepertinya, sang sutradara, yang juga menulis naskah tahu benar bagaimana membuat film ini menjadi efektif dengan berbagai keterbatasan yang ada. Film ini menampilkan beberapa fragment-fragment terpisah dari masing-masing tokoh yang sering kali kita jumpai sehari-hari (ya, tidak lumrah si) seperti perampokan mobil, pembunuhan, cekcok polisi, cekcok antara pemilik rumah dengan tukang yang suka memperbaiki benda di rumah, dan sebagainya. Semuannya ketika kita telusuri memiliki satu benang merah, yaitu permasalahan ini menjadi blurred karena ada issue rasial di dalamnya, yah entah stereotype terhadap warna kulit, suku, atau sebagainya.
Dengan banyaknya substory yang dihadirkan maka tugas yang sangat berat untuk dapat menyatukan semua cerita tersebut sehingga tidak terkesan saling berpisah dalam satu film, yah inilah tugas berat departemen editing yang ternyata secara sempurna mengeksekusi tiap fragmen ini menjadi satu film yang kompleks, terdiri dari banyak karakter, tanpa membuat bingung dari para penontonnya, tentu saja tugas editing ini dibantu juga oleh sebuah screenplay yang mumpuni.
Berbicara tentang issue rasial, yah walaupun kita hidup Indonesia yang notabene tidak terlalu di blow-up masalah seperti ini (khususnya untuk warna kulit), namun sama sekali tidak mengurangi kita untuk lebih terlibat pada scene-scene awal yang menghadirkan konflik dan pengenalan karakter. Kita melihatnya seperti bagian kehidupan sehari-hari selayaknya potret masyarakat. Disinilah, pikiran penonton mulai dibentuk mengenai siapakah yang baik, atau siapakah yang jahat. Siapa yang baik kebanyakan diwakili oleh para warga kulit putih yang menjadi korban sedangkan karakter warga kulit hitam sebaliknya. Pada awal film, filmmaker ingin menunjukkan siapakah antagonist dan siapakah protagonistnya dan membiarkan penonton untuk menjadi judge.
Ketika penonton mulai membentuk pikirannya, disinilah tagline “There’s no such thing as black and white” mulai bekerja. Cerita dirubah dengan memutarbalikkan setiap karakter dan menyatakan bahwa setiap karakter, tidak peduli apakah dia putih ataupun dia hitam, dia bisa melakukan apa saja, kebaikan atau kejahatan. Dan judgement kita dari para karakter di awal hanyalah judgement dari penampilan awal saja. Setiap momentum menjadi moment yang penting untuk setiap karakter dimana unsur luck, unsur misteri alam semesta, unsur banyak hal banyak ditambahkan disini. Moment-moment final dari para karakter inilah yang menjadi sajian akhir yang memuaskan sekaligus breathtaking dan thoughtful bagi siapa saja yang melihatnya.
Permasalahan untuk film berjenis seperti ini tentu saja character development yang sebatas “click” berubah seperti jentikan jari, kurangnya penetrasi mengapa sebuah karakter bisa mengalami perubahan, namun untung saja karakter didukung oleh cast yang cukup kuat sehingga karaktermasih terasa intens untuk disimak. Disini karakter yang paling kuat diampu oleh Thandy Newton yang berhasil melakukan tugasnya secara baik sebagai seorang istri yang dipermalukan di depan suaminya sendiri, Bullock is good but not special, Ludacris is mediocre, I do not see something from Don Cheadle, I like Terence Howard, Persian family is good, Matt Dillon, yeah, he can act as two sides of coins (bad guy good guy).
Salah satu sisi yang mungkin akan membuat penonton serasa terjawab pertanyaannya adalah ketika unsur “interwoven” dalam cerita mulai dihadirkan. Bagaimana satu karakter kemudian mempengaruhi karakter yang lain, kemudian yang lainnya lagi membuat benar-benar tatanan masyarakat kita memang saling terhubung satu sama lain.
Crash mempunyai message dan juga unggul dalam storytelling-nya yang mampu mengatasi “banyaknya karakter, banyaknya substory” yang harus dirangkum dalam durasi 2 jam, that’s an achievement, itu sebuah prestasi. Namun untuk mengganjar film ini menjadi sebuah BEST PICTURE yang mengalahkan Brokeback Mountain, hmm that is question, yah walaupun memang di akhir film ini film ini memang sedikit terkesan “crowd pleaser” dan menghindari ending yang berujung tragedi. Yah, personally I like it, but Best Picture ??? Really ??? I have seen better.
Trivia
Difilm ini, Sandra Bullock hanya tampil sekitar 6 menit.
Quote
Graham : It’s the sense of touch. In any real city, you walk, you know? You brush past people, people bump into you. In L.A., nobody touches you. We’re always behind this metal and glass. I think we miss that touch so much, that we crash into each other, just so we can feel something.