Director : Woody Allen
Writer : Woody Allen
Cast : Jonathan Rhys Meyers, Scarlett Johansson, Matthew Goode, Emily Mortimer
About
Selama pengalaman gue nonton filmnya Woody Allen, filmnya seputar cinta-cinta yang terjadi kota-kota Eropa kayak Paris, Barcelona, Roma, dan lain-lain. Yah, begitulah Woody Allen. Kali ini di Londonlah yang bakal dieksplor oleh Woody Allen, dan masih tentang percintaan. London memang sebuah kota yang tepat untuk menceritakan level masyarakat semacam kasta, yang memang menjadi bagian dari film ini. Match Point bercerita tentang seorang pelatih tenis, Chris (Jonathan Rhys Meyers) yang berhasil masuk ke dalam sebuah keluarga yang kaya raya dengan cara melatih anggota keluarga mereka, Tom (Matthew Goode). Ketika Chris mulai dekat dengan adiknya, Chloe (Emily Mortimer), kesempatan untuk menjadi bagian keluarga itupun terbuka lebar. Di saat yang sama, Chris malah lebih tertarik pada Nola (Scarlett Johansson), aktris amatir yang juga tunangan dari Tom. Puncaknya, di tengah perkawinannya dengan Chloe yang tidak dikaruniai anak, Chris malah harus berhadapan dengan desakan Nola yang hamil buah hatinya.
Film ini mendapatkan nominasi Oscar untuk Best Original Screenplay.
“When Match Point is match point, you’re gonna get a real battle of who’s gonna win. Whether you like the definition of “luck” here or not, the brave ending, makes it as a winning movie.”
Ibarat olahraga, mungkin benar film ini adalah sebuah pertandingan alot antar dua pemain yang sama kuat hingga ending. Kuncinya, adalah Woody Allen tidak pernah terburu-buru dalam menciptakan tensi untuk film ini. Bagaimana ia menciptakan rasa simpati dari penonton untuk karakter Chris dan kemudian membaliknya. Begitu juga, bagaimana ia menciptakan rasa “kurang respect” untuk karakter Nola dan kemudian membaliknya. Bagaimana ia membangun sebuah kriminal dengan tanpa terburu-buru dan cerdas.
Storyline yang sebenarnya dapat dikategorikan “lawas” mampu diubah oleh Woody Allen menjadi film thriller yang menegangkan. Para pemainnya mungkin tidak memberikan penampilan yang terbaik, namun kekuatan dari segi cerita menjadi point terpenting. Memang, pada point tertentu, cerita akan sedikit terlalu di”push” dan too good too be true. Pada akhirnya, penonton akan benar-benar mendapatkan sebuah match point. Tergantung pada siapa mereka memihak, match point yang satu ini benar-benar menegangkan.
Kembali dengan definisi “luck”, ending yang tidak diduga-duga sebenarnya sedikit agak menyesakkan, namun malah berujung film ini menjadi sangat memorable. Maybe I’m gonna say, it’s Woody goes dark.
Dan jika jeli, film yang diawali dengan sebuah bola tenis yang menyentuh net dan berhenti selama detik ini akan kembali dimunculkan sebagai twist endingnya. That’s what I like. Details which makes me so surprise and say “God, damn it. What a genious !”
Trivia
Woody Allen menganggap film ini sebagai salah satu karya terbaiknya.
Quote
Chris : People are afraid to face how great a part of life is dependent on luck. It’s scary to think so much is out of one’s control. There are moments in a match when the ball hits the top of the net, and for a split second, it can either go forward or fall back. With a little luck, it goes forward, and you win. Or maybe it doesn’t, and you lose.