Director : Joon-ho Bong
Writer : Joon-ho Bong, Kelly Masterson
Cast : Chris Evans, Tilda Swinton, Jamie Bell, John Hurt, Octavia Spencer, Alison Pill, Ed Harris
About
I am never so excited about a Korean flick, except for this one. An English language Korean movie based on French graphic novel and played by Captain America. Snowpiercer menjadi salah satu highly anticipated movie di tahun 2013, tidak hanya dibintangi bintang kelas atas Holywood, namun juga disutradarai oleh highly acclaimed director Joon-ho Bong (I am not talking about him because actually, Snowpiercer is his first movie I watch).
Pada tahun 2014, beberapa negara menebarkan sebuah zat (I forget) ke lapisan atomsfer untuk menangani pemanasan global. Ya. Zat ini berhasil hingga akhirnya dunia mengalami zaman es kedua dan membuat kehidupan manusia hampir punah. Di saat yang bersamaan, seorang pengusaha Wilford (Ed Harris) membuat sebuah kereta berteknologi tinggi yang memuat peradaban manusia terakhir di muka bumi. Kereta yang terdiri dari gerbong-gerbong ini mengalami kesenjangan sosial dan membuat kelas-kelas yang berbeda. Kelas yang paling bergejolak, tentu saja, kelas paling belakang (tail) yang diperlakukan semena-mena oleh para petugas kerajaan Wilford (salah satunya Mason (Tilda Swinton) ini. Ketidakadilan di kereta ini siap diberontak oleh seorang penumpang Curtis (Chris Evans) dan beberapa antek-anteknya, Edgar (Jamie Bell), Tanya (Octavie Spencer), termasuk Gilliam (John Hurt). Untuk melancarkan aksi pemberontakan mereka, mereka juga dibantu oleh Minsu (Song Kang-ho), seorang narapidana bekas security dan anaknya, Yona (Go Ah-sung) yang memiliki kemampuan sebagai seorang cenayang.
Berhasilkah mereka ?
“Ice makes you cold, too much ice makes you numb, I don’t know what I am talking about. Snowpiercer is not perfect but it fulfills my expectation as one of most anticipated movies in 2013”
Snowpiercer memiliki unsur yang menjadi salah satu tema yang disukai yaitu apocalypse lewat dunia yang berubah menjadi es, dengan premis menarik dan sepertinya menjanjikan untuk ditonton. Memang tidak salah, awal Snowpiercer terlihat sangat ambisius dan meyakinkan dengan penciptaan atmosfer yang depressing, memberikan introduction tentang awal kiamat dunia dan ketidakadilan yang dialami oleh penumpang kelas tail di kereta ini. Berbagai adegan yang mencenangkan juga terlihat di awal film walaupun tidak terlalu mengandalkan gore atau kebengisan yang diekspos.
Pada awalnya, perkiraan film yang mempunyai setting terbatas, yaitu hanya di gerbong-gerbong ini akan menjadi action yang flat dan kurang strategi, namun tidak, berbagai action strategi yang pintar yang mengandalkan unsur kejutan tiap gerbong juga menjadi hal yang menarik untuk disimak. Seperti ketika bagaimana para pemberontak harus melawan dalam keadaan gelap, atau adu tembak ketika lintasan kereta sedang melengkung, that is pretty cool actually. Serbuan demi serbuan dari gerbong satu ke gerbong yang lain ini akan mengingatkan kita pada The Raid Redemption walaupun dari sisi action, Snowpiercer sepertinya berada pada level nanggung antara ingin bloody atau tidak.
Fear the living mungkin juga menjadi salah satu elemen yang bisa dikombinasikan dengan tema kiamat seperti ini. Ketika manusia harus berhadapan dengan ganasnya alam, salah satu sisi yang mungkin lebih ganas daripada alam itu sendiri adalah elemen manusia. Manusia yang menciptakan kelas-kelas dengan perilakuan yang berbeda ini cukup menjadi daya tarik tersendiri ketika kelas paling rendah menjumpai hal-hal baru di tiap gerbong yang sama sekali belum pernah mereka temui.
Dari department acting, Chris Evans mampu memberikan penampilan yang semakin intens seiring berjalannya durasi, walaupun penmpilannya ini terasa miss dan tidak menyentuh seperti seharusnya. Film Snowpierce r adalah sebuah alat uji untuk karakter Curtis untuk setiap decision making yang harus ia lakukan sebagai seorang leader dan juga seseorang yang mempunyai masa lalu yang kelam. Olivia Spencer, John Hurt, Allison Pill, sampai Jamie Bell juga menjadi supporting actor yang terlihat mumpuni, namun harus diakui tokoh Mason yang disandang oleh Tilda Swinton, yang malah menjadi tokoh villain lebih berkarakter dibandingkan villain utama yang diperankan Ed Helms mencuri perhatian penonton. Yep, she steal the show. Mason adalah karakter layaknya “wild card” yang sebenarnya bisa dieksplor oleh dua kubu. Akting yang dikombinasikan dengan makeup serta wardrobe dan hair do, menjadi Tilda Swinton seakan-akan tidak dikenali. Tokoh Mason ini juga yang sering menjadi karakter pengundang tawa kepada penonton setelah storyline di film ini cukup serius. (Jadi tidak sabar untuk peran Tilda Swinton di film The Grand Budapest Hotel, dimana sepertinya ia juga akan dipermak habis-habisan. Perwakilan dari Korea Selatan, Song Kang-ho mendapatkan sebuah peran yang cukup sulit karena ia harus berbicara dalam bahasa Korea sementara karakter lain hampir berbicara dalam full English, membuat seperti karakter yang disandangnya menjadi sedikit “lost” namun sepertinya it’s the way it is supposed to be. Main villain, yaitu Mr. Wilford yang menjadi karakter yang mempunyai momok dari awal, disandang aktor Ed Helms, is the main thing that I don’t like in this movie. Karakternya seperti kurang inspiring menjadi villain, dan membuat nuansa menjadi seakan-akan antiklimax di akhir. You know I wait him for like 90 minutes.
Film yang bercerita tentang pemberontakkan ini sepertinya mulai kehilangan visi pemberontakan, ketika durasi mulai berjalan tiga seperempatnya. Gerbong demi gerbong yang dilalui seperti megikuti diminishing return, dimana penonton tidak lagi ternganga-nganga pada kesenjangan sosial di kereta ini. Penonton mulai dibuat bertanya-tanya mau dibawa kemanakah arah pemberontakan yang sudah memakan banyak pengorbanan dan tidak mungkin mundur ini. Beruntungnya, film ini memberikan payoff yang berharga lewat mulai dihadirkannya twist demi twist. Twist ini berupa apa yang sebenarnya terjai di balik pemberontakan, dimanakah nasib anak Tanya yang hilang, namun yang lebih menarik adalah pengungkapan siapakah jati diri Curtis sebenarnya saat ia masih remaja (I guess he’s 17). Beruntungnya, berbagai twist ini ada yang bersifat really strange namun juga ada twist yang bersifat strategically smart and thought provoking.
Dari segi visual, production set mungkin paling mencengangkan terlihat pada kelas tail yang memang terasa sekali atmosfernya kemudian dikontraskan dengan tiap-tiap gerbong. Secara visual, penampilan dunia beku lewat kereta yang membelah salju memang tidak seratus persen sempurna, beberapa terlihat sangat animasi, but I think I can live with that, I’ve seen worse and it’s Holywood.
Film yang hak distribusinya dibeli The Weinsten Company ini memang mengalami kendala terutama dalam proses editing. Setelah melihat film ini, yeah maybe I think I know. Sepertiga film terakhir sepertinya terjadi perubahan pacing dari tiap scene yang dilakukan secara dinamis, kemudian berubah pelan dan terkesan bertele-tele. Scene ini terjadi pada gerbong terakhir dimana final act terjadi, and I gotta say, perubahan ini sepertinya cukup mengganggu, membuat film terkesan lama dan juga menjadi overlong untuk final actnya.
Snowpiercer diakhiri dengan sebuah ending yang sedikit “thought provoking” tentang nasib pemeran utamanya, dan sepertinya itu adalah pilihan bijak untuk sebuah film yang sepertinya mulai lelah seiring dengan durasi berjalan.
Trivia
Karakter Edgar yang diperankan oleh Jamie Bell, terinspirasi dari sutradara Edgar Wright. Di tahun 2013, Edgar Wright juga mengeluarkan film apocalypse dengan tema alien invansion.