Director : Nicole Holofcener
Writer : Nicole Holofcener
Cast : Julia Louis-Dreyfus, James Gandolfini, Catherine Keener, Toni Collette, Ben Falcone
About
Pernahkan kita melihat “cool parent” di sebuah film ? Let’s say Stanley Tucci in Easy A, or Patricia Clarkson di Friends with Benefit ? HAH ! Juno’s parent ? Yeah, this movie is about “cool parent”, kind of.
Seorang pemijat profesional, Eva (Julia Louis-Dreyfus) menghadapi situasi yang rumit ketika anaknya akan pergi kuliah dan meninggalkan rumah. Suatu malam, ia menghadiri pesta dengan teman-temannya (Toni Collette, Ben Falcon) dan bertemu dengan penulis puisi terkenal yang telah menerbitkan buku, Marianne (Catherine Keener), dan juga seorang pria paruh baya dengan penampilan tidak meyakinkan, gendut, botak, Albert (James Gandolfini). Seiring berjalannya waktu hubungan antara Eva dan Marianne semakin akrab dan semakin baik, Mariane pun sering bercerita tentang peringai negatif mantan suaminya. Eva juga menjalin hubungan dengan Albert yang semakin serius karena mereka memiliki persamaan yaitu sama-sama telah bercerai dan akan ditinggalkan anak. Masalah datang ketika Eva mengetahui bahwa mantan suami Marianne adalah Albert, pria yang sekarang ia cintai walaupun masih dalam proses keraguan. Serangan “curhatan” Marianne pada Eva tentang mantan suaminya pun merubah perspektif Eva terhadap Albert, siapakah yang akan Eva pilih ? Laki-laki yang ia cintai atau sahabat barunya ?
“Funny, effortlessly.”
Beberapa hari yang lalu sempat melihat film dengan tema yang serupa, cinta yang tidak muda lagi, yaitu Before Midnight. Sama seperti Before Midnight, Enough Said juga menghadirkan middle aged love hanya saja masih berada level observasi pada awal relationship. Berbeda dengan Before Midnight yang lebih melihat sebuah relationship yang telah matang dan butuh diuji.Persamaan lain kedua film ini adalah tentang keadaan insecure dari sebuah relationship, Before Midnight dengan istilah long term-nya, sementara Enough Said lebih dikaitkan pada trauma akan kegagalan masa lalu dari sudut pandang Eva. Bagaimana Eva harus menghadapi Albert yang seratus persen orang asing kemudian ia juga harus membandingkan dengan mantan suaminya yang seperti orang asing membuat Eva banyak diuji tentang kesediannya menjalin hubungan kembali.
Salah satu bahan komedi dari film ini adalah kedua leading role yang secara fisik tidak muda lagi. Namun karena lebih menginginkan sesuatu yang lebih mature, film ini tidak menggunakan jokes kasar secara fisik namun mengubahnya menjadi sebuah issue. Issue yang terkesan simple namun sebenarnya untuk karakter yang “tidak ingin bermain-main lagi dalam suatu hubungan”, issue ini bisa dikatakan menjadi sebuah pertimbangan.
Jika hanya mengandalkan sisi romantis layaknya film-film anak muda, pasti melihat poster filmnya saja, film ini akan membuat penonton sudah meng-underestimated. James Gandolfini ? Really ?, okay Julia Louis Dreyfus ? Really ?. Dengan fisik yang tidak ideal lagi, mereka mampu menciptakan sebuah hubungan yang benar-benar terlihat “click” terutama dengan dialog-dialog natural yang tidak membuat orang terbahak-bahak namun cukup membuat orang tersenyum saja, yeah tersenyum sepanjang durasi film. That is really a good job.
Kredit tersendiri harus disampaikan pada Julia Louis Dreyfus, untuk usianya yang tidak muda lagi, ia tidak bisa membuat ekspresi konyol namun ia bisa memerankan Eva yang mempunyai sisi “awkward”, sisi funny yang khas, yang mempunyai sisi “denial” terhadap apa yang sebenarnya ia inginkan, dan ia mempunyai “timing” untuk membuat sebuah scene menjadi lucu. James Gandolfini juga memberikan sisi “sweet” dan karakter yang bisa dikatakan “open” walaupun sepanjang film ia dijadikan bulan-bulanan perspektif negatif dari karakter Marianne, harus diakui penonton juga akan dibuat ikut-ikutan menge-judge karakter Albert ini. Catherine Keener juga tampil meyakinkan walaupun sepertinya untuk karakter yang satu ini, Marianne terjebak pada “konsep” seorang penulis puisi yang terlalu, yeah, you know, hmm, hardly to describe, biasa mungkin. Yeah,maksudnya ketika membayangkan seorang penulis puisi, yah karakter Marianne ini yang ada di bayangan kita, kurang adanya kejutan yang bisa dihadirkan. Walaupun Keener ini merupakan salah satu aktris yang bisa dikatakan membuat sebuah “smooth antagonist” lebih mempunyai karakter yang khas disini.
Film ini seperti terbagi dalam dua plot yang keduannya sama-sama penting, yaitu interaksi hubungan antara Eva dan Albert yang menarik, dipengaruhi oleh ke-awkward-an tersendiri, kemudian plot yang kedua, kemudian menambahkan orang ketiga sebagai unsur kejutan yang membuat film ini memiliki konflik yang lain. Inilah yang mungkin selama durasi, film ini terasa segar karena tidak hanya berlarut-larut pada hubungan Eva dan Albert.
Karakter tambahan seperti Toni Collette, Ben Falcon, anak-anak dari Eva dan Albert, merupakan karakter yang sangat menarik. Walaupun hanya sebagai karakter pendukung, setiap karakter ini masih mempunyai subconflict yang membuat karakter ini bertambah menarik. Their performances are not stellar but interesting. Salah satu subconflict yang menarik adalah ketika Eva lebih dekat dengan Chloe, teman dari anak perempuannya. This is awesome relationship between mom and her daughter’s friend.
Susah untuk mereview film ini, Enough Said is enough said, sebuah film yang sangat ringan dibawa oleh kedua aktor-aktrisnya. Just watch it, you’ll know it.
Trivia
Film ini menjadi salah satu film terakhir dari James Gandolfini.
Film ini merupakan kolaborasi sekian kalinya antara sutradara, Nicole Holofcener dan Catherine Keener.
Quote
Eva : I’m tired of being funny.